Hak Asasi Manusia
Materi Belajar ke 5 Pendidikan dan Pelatihan Paralegal
(materi ini bebas disebarluaskan sehingga tujuan pemerintah dalam pemberian bantuan hukum cepat tercapai)
E. HAK ASASI MANUSIA
(oleh : Inda Ratnawati*)
1. Pendahuluan
Mata pelajaran Hak Asasi Manusia adalah mata pelajaran paralegal yang mempelajari tentang sejarah, definisi, prinsip dan konsep HAM,
perbedaan hak sipil politik, hak ekonomi, sosial dan budaya, identifikasi pelanggaran HAM, dan realitas pemenuhan HAM sehingga setelah mengikuti mata pelajaran ini diharapkan peserta dapat menjelaskan sejarah, definisi, prinsip dan konsep HAM, dapat membedakan hak sipil politik, hak ekonomi, sosial dan budaya, dapat mengidentifikasi pelanggaran HAM, dan menceritakan realitas pemenuhan HAM.
2. Sejarah HAM.
Sejarah hak asasi manusia berasal dari teori hak kodrati. Teori tersebut menyebutkan bahwa hak asasi manusia merupakan hak yang dimiliki oleh manusia karena ia manusia. Artinya, meskipun setiap manusia terlahir dengan kondisi yang berbeda-beda, baik dari warna kulit, kewarganegaraan, jenis kelamin, mereka memiliki hak yang sama sebagai manusia. Begitupun sebaliknya, sejahat apapun manusia, mereka tetap memiliki hak yang sama sebagai manusia.
Salah satu tokoh yang mengemukakan teori kodrati yaitu John Locke. Ia mengatakan bahwa manusia dikaruniai oleh alam hak untuk hidup, hak kepemilikan, dan kebebasan yang tidak bisa rampas oleh siapa pun termasuk oleh negara. Pemikiran tersebut dikenal dengan istilah “kontrak sosial”. Apabila pemimpin di suatu negara mengabaikan tentang kontrak sosial tersebut, maka rakyat di negara tersebut berhak menurunkan pemimpinnya.
Pemikiran John Locke mengenai gagasan hak kodrati dan kontrak sosial memiliki dampak terhadap revolusi di Inggris, Amerika Serikat, dan Prancis di abad ke-17 dan abad ke-18. Hak-hak kodrati memiliki peran dalam penyusunan landasan bagi suatu sistem hukum nasional. Namun, dalam penerapannya hak-hak kodrati terus meluas cakupannya, tidak terbatas pada hak sipil dan politik. Kini hak-hak tersebut menyebar pada tuntutan hak ekonomi, sosial, dan budaya.
Perkembangan di Indonesia
Sejarah hak asasi manusia bisa menjadi acuan tentang perkembangan HAM untuk suatu negara, salah satunya di Indonesia. Pemenuhan perlindungan HAM untuk suatu negara bisa dijadikan sebagai titik pijak untuk penyusunan kebijakan negara, sehingga mampu mewujudkan pembangunan yang berbasis hak asasi manusia.
Periode 1908-1945
Organisasi Budi Utomo yang terbentuk pada tahun 1908, merupakan salah satu wujud nyata tentang kebebasan berpikir dan mengemukakan pendapat kepada masyarakat umum. Selain itu, dengan lahirnya organisasi Budi Utomo, masyarakat mulai berpikir tentang hak untuk turut serta secara langsung ke dalam pemerintahan. Tujuan dari konsep hak asasi manusia yang dihadirkan dalam organisasi Budi Utomo yaitu hak negara Indonesia untuk merdeka, dan hak menentukan nasib negaranya sendiri. Pada periode ini, titik puncak dari perdebatan tentang hak asasi manusia yaitu ketika sidang BPUPKI yang membahas tentang rumusan dasar negara. Selain itu, hal yang dibahas pada siding ini yaitu kelengkapan negara yang harus menjamin hak dan kewajiban negara dan warga negaranya. Tokoh yang terlibat dalam diskusi ini yaitu Soekarno, Agus Salim, Mohammad Natsir, Mohammad Yamin, K.H. Mas Mansur, K.H. Wachid Hasyim, dan Mr. Maramis.
Organisasi lain pun turut terbentuk, di antaranya Perhimpunan Indonesia yang menghimpun para mahasiswa Indonesia yang berada di Belanda yang melahirkan konsep hak asasi manusia untuk memperjuangkan hak negara Indonesia untuk menentukan nasibnya sendiri. Selain itu ada organisasi Sarekat Islam, yang memiliki tujuan untuk mengusahakan penghidupan yang layak dan terbebas dari penindasan diskriminasi dari pemerintah kolonial. Akar dari pergerakan organisasi Sarekat Islam yaitu prinsip-prinsip hak asasi manusia dalam ajaran Islam. Tokoh yang terlibat dalam pergerakan HAM di organisasi Sarekat Islam yaitu Tjokro Aminoto, H. Samanhudi, dan Agus Salim. Organisasi lain yang menyuarakan tentang hak asasi manusia yaitu Partai Komunis Indonesia, yang memiliki landasan untuk memperjuangkan hak yang bersifat sosial. Organisasi lainnya yaitu, Indische Partij dan Partai Nasional Indonesia memiliki landasan untuk memperjuangkan hak untuk medapatkan kemerdekaan. Organisasi Pendidikan Nasional Indonesia berjuang untuk menyuarakan hak dalam mengeluarkan pendapat (politik), hak untuk menentukan nasib sendiri, hak beroganisasi, dan memiliki hak yang sama di mata hukum dan ikut serta dalam penyelenggaraan negara.
Dengan lahirnya berbagai organisasi yang menyuarakan tentang hak asasi manusia, timbul beberapa perdebatan. Salah satu yang paling mencolok yaitu pendapat Supomo. Ia mengatakan, bahwa rakyat Indonesia sudah bersatu dengan negaranya. Jadi, tidak perlu lagi melindungi masyarakat dari negaranya. Dengan kata lain, hak asasi manusia di Indonesia bukan bertujuan untuk melindungi keadilan antar individu, melainkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Oleh karena itu, negara Indonesia menjamin hak-hak dasar masyarakatnya, yang dilindungi oleh UUD 1945 Pasal 28, yang intinya masyarakat memiliki hak untuk berserikat. berkumpul, dan meyampaikan pendapatnya.
Periode 1945-1950
Pada periode ini, hal yang diperdebatkan mengenai HAM masih mencakup tentang hak untuk merdeka, hak untuk berorganisasi dalam politik, dan hak untuk berpendapat di parlemen.
Periode 1950-1959
Pada massa ini, perkembangan tentang hak asasi manusia dipengaruhi oleh sistem pemerintahan Indonesia yang berubah. Pada periode ini, sistem politik Indonesia dipengaruhi oleh sistem liberalisme dan parlementer, dengan diberlakukannya UUDS sejak 17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959. Aktualisasi hak asasi manusia pada periode ini, di antaranya:
– Partai politik semakin banyak bermunculan, meskipun tumbuh dengan ideologinya masing-masing.
– Hak pers, pada periode ini memiliki kebebasan.
– Pemilihan umum dilaksanakan secara bebas, jujur, dan demokrasi.
– Dewan Perwakilan Rakyat, menunjukkan hasil kerja yang baik dengan pengawasan dan kontrol yang seimbang.
– Keberadaan partai politik dengan ideologi yang berbeda-berbeda, tetap memiliki visi yang sama yaitu untuk memasukkan tentang hak asasi manusia ke dalam batang tubuh Undang-Undang Dasar.
Pada periode ini, Indonesia mengikuti dua konvensi HAM internasional yaitu:
– Konvensi Jenewa tahun 1949, yang membahas mengenai perlindungan hak bagi korban perang, tawanan perang, dan perlindungan sipil ketika perang.
– Konvensi tentang hak politik perempuan yang berisi tentang hak perempuan tanpa diskriminasi dan hak perempuan untuk mendapatkan jabatan publik.
Periode 1959-1966
Sejak diberlakukannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, oleh Presiden Soekarno, sistem pemerintahan menjadi demokrasi terpimpin. Hal ini berdampak kepada sistem politik yang berada di bawah kendali Presiden sepenuhnya. Oleh karena itu, kebebasan untuk berpendapatm berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pikiran dengan tulisan sangat dibatasi.
Pemerintahan Orde Baru memberikan penolakan terhadap konsep HAM. Alasannya yaitu:
– HAM merupakan pemikiran yang berasal dari Barat, dan dianggap bertolak belakang dengan nilai-nilai budaya Bangsa Indonesia dan dasar negara Pancasila.
– Rakyat Indonesia mengenal HAM melalui Undang-Undang Dasar 1945 yang lahir lebih dulu, dibandingkan dengan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.
– Permasalahan mengenai HAM dianggap yang berasal dari Barat tersebut dianggap menjadi senjata yang tidak terlihat untuk memojokkan negara berkembang seperti Indonesia.
Faktanya, pada pemerintahan Orde Baru terjadi beberapa pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pemerintah. Pada saat itu, kebijakan politik yang diambil sifatnya sentralistis dan tidak menerima pendapat yang bertentangan dengan pemerintah. Gerakan-gerakan yang bertentangan dengan pemerintah dengan anti-pembangunan dan anti-Pancasila. Beberapa kasus tentang pelanggaran HAM pada masa Orde Baru di antaranya kasus Tanjung Priok, Kedungombu, Lampung, dan Aceh. Meskipun terjadi beberapa pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Pemerintah, masih banyak masyarakat yang peduli dengan HAM. Desakan masyarakat tersebut membuat pemerintah luluh dan sepakat mendirikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Tujuan dari organisasi ini yaitu, untuk menyelidiki dan memantau pelaksanaan HAM, memberikan pendapat, pertimbangan, dan sarana kepada pemerintah terkait pelaksanaan HAM.
Periode 1966 – 1998
Kejadian pemberontakan G30S/PKI tanggal 30 September 1966, membawa Indonesia pada masa kelam. Pada masa ini, hak asasi manusia diaggap sebagai produk pemikiran dari Barat (asing). Fokus utama pada periode ini adalah pembangunan untuk Indonesia, namun hak asasi manusia dianggap sebagai penghambat untuk pembangunan. Namun, beberapa masyarakat umum menganggap bahwa hak asasi manusia merupakan sebuah hal yang luas dan terbuka. Titik puncak tentang perlindungan HAM pada periode ini yaitu dengan turunnya Soeharto sebagai Presiden ditahun 1998.
Pada periode ini Indonesia mengikuti beberapa konvensi HAM di antaranya:
– Konvensi tentang penghapusan bentuk diskriminasi terhadap perempuan. Tertuang dalam UU No. 7 tahun 1984.
– Konvensi anti-apartheid dalam olahragaanti-apartheid, tertuang dalam UU No. 48 tahun 1993.
– Konvensi Hak Anak, tertuang dalam keputusan Presiden No. 36 tahun 1990,
Perkembangan HAM di era reformasi mengalami perkembangan yang sangat baik. Salah satu buktinya yaitu, lahirnya TAP MPR No. XVII/MPR/1998 tentang HAM. Rencana aksi nasional HAM, juga turut lahir di bulan Agustus 1998. Isinya merupakan empat pilar tentang HAM, yaitu:
1) persiapan pengesahan perangkat internasional di bidang HAM;
2) diseminasi informasi dan pendidikan bidang HAM;
3) penentuan skala prioritas; dan
4) pelaksanaan isi perangkat internasional di bidang HAM.
3. Definisi HAM.
Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahkluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia;
Kewajiban dasar manusia adalah seperangkat kewajiban yang apabila tidak dilaksanakan, tidak memungkinkan terlaksana dan tegaknya hak asasi manusia.
Pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian, membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-undang ini, dan tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku
4. Prinsip dan Konsep HAM.
Negara Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia sebagai hak yang secara kodrati melekat pada dan tidak terpisahkan dari manusia, yang harus dilindungi, dihormati, dan ditegakkan demi peningkatan martabat kemanusiaan, kesejahteraan, kebahagiaan, dan kecerdasan serta keadilan.
– Setiap orang dilahirkan bebas dengan harkat dan martabat manusia yang sama dan sederajat serta dikaruniai akal dan hati murni untuk hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam semangat persaudaraan.
– Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum.
– Setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia, tanpa diskriminasi.
– Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun.
– Setiap orang diakui sebagai manusia pribadi yang berhak menuntut dan memperoleh perlakuan serta perlindungan yang sama sesuai dengan martabat kemanusiaannya di depan hukum.
– Setiap orang berhak mendapat bantuan dan perlindungan yang adil dari pengadilan yang obyektif dan tidak berpihak.
– Setiap orang yang termasuk kelompok masyarakat yang rentan berhak memperoleh perlakuan dan perlindungan lebih berkenaan dengan kekhususannya.
– Dalam rangka penegakan hak asasi manusia, perbedaan dan kebutuhan dalam masyarakat hukum adat harus diperhatikan dan dilindungi oleh hukum, masyarakat, dan Pemerintah.
– Identitas budaya masyarakat hukum adat, termasuk hak atas tanah ulayat dilindungi, selaras dengan perkembangan zaman.
– Setiap orang berhak untuk menggunakan semua upaya hukum nasional dan forum internasional atas semua pelanggaran hak asasi manusia yang dijamin oleh hukum Indonesia dan hukum internasional mengenai hak asasi manusia yang telah diterima negara Republik Indonesia.
– Ketentuan hukum internasional yang telah diterima negara Republik Indonesia yang menyangkut hak asasi manusia terutama menjadi
tanggung jawab Pemerintah.
– Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia terutama menjadi tanggung jawab Pemerintah.
5. Hak Sipil Politik dan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.
a. Hak Sipil Politik
Hak Sipil adalah hak kebebasan fundamental yang diperoleh sebagai hakikat dari keberadaan seorang manusia. Arti kata sipil adalah kelas yang melindungi hak-hak kebebasan individu dari pelanggaran yang tidak beralasan oleh pemerintah dan organisasi swasta, dan memastikan kemampuan seseorang untuk berpartisipasi dalam kehidupan sipil dan politik negara tanpa diskriminasi atau penindasan.
Hak Sipil dan Politik antara lain :
– Hak untuk Hidup
– Hak Berkeluarga dan Melanjutkan Keturunan
– Hak Mengembangkan Diri
– Hak Memperoleh Keadilan
– Hak Atas Kebebasan Pribadi
– Hak atas Rasa Aman
– Hak atas Kesejahteraan
– Hak Turut Serta dalam Pemerintahan
– Hak Wanita
– Hak Anak
b. Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.
Hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya adalah hak asasi manusia yang terkait dengan aspek sosioekonomi dan budaya, seperti hak pendidikan, hak atas perumahan, hak atas standar hidup yang layak, hak kesehatan, dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan budaya. Hak-hak ekonomi, sosial dan budaya diakui dan dilindungi oleh instrumen-instrumen hak asasi manusia internasional dan regional. Negara anggota memiliki kewajiban hukum untuk menghormati, melindungi dan memenuhi hak-hak ekonomi, sosial dan budaya, dan diharapkan akan mengambil langkah “secara progresif” untuk mewujudkan hak-hak tersebut. Hal inilah yang membedakannya dari hak-hak sipil dan politik, karena hak-hak sipil dan politik harus dipenuhi dengan segera, sementara pemenuhan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya cenderung dibatasi oleh ketersediaan sumber daya suatu negara; contohnya, negara miskin seperti Haiti tidak dapat langsung mewujudkan hak atas perumahan untuk semua warganya.
Deklarasi Hak Asasi Manusia Universal mengakui beberapa hak-hak ekonomi, sosial dan budaya, sementara instrumen utama yang berisi tentang hak-hak ini adalah Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. Konvensi Hak-Hak Anak dan Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita mengakui dan melindungi hak-hak ekonomi, sosial dan budaya anak-anak dan perempuan. Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial melarang diskriminasi berdasarkan ras atau etnis terkait dengan pemenuhan sejumlah hak ekonomi, sosial dan budaya (walaupun pelarangan tersebut juga terkandung di dalam perjanjian-perjanjian HAM lainnya). Konvensi mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas juga melarang diskriminasi atas dasar disabilitas, termasuk penolakan akomodasi yang patut.
6. Jenis-jenis Pelanggaran HAM.
Pelanggaran hak asasi manusia yang berat meliputi :
a. kejahatan genosida;
Kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama, dengan cara :
1) membunuh anggota kelompok;
2) mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok;
3) menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya;
4) memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok; atau
5) memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain.
b. kejahatan terhadap kemanusiaan.
Kejahatan terhadap kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil berupa :
1) pembunuhan;
2) pemusnahan;
3) perbudakan;
4) pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa;
5) perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional;
6) penyiksaan;
7) perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara;
8) penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional;
9) penghilangan orang secara paksa; atau
10) kejahatan apartheid.
7. Realitas Pemenuhan HAM.
Mengamalkan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Pelublik Indonesia dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku
Sumber bacaan :
Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tetang Hak asasi manusia
Undang-Undang Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia
Wikipedia dan lain-lain
*) Penulis adalah :
– Bendahara di Perkumpulan Jaga Tatanan Cakra,
– Kepala Kantor di Firma Hukum Sahardjo Pejuang Keadilan, dan
– Koordinator Utama di Indaratnawati Care