Pengantar Hukum dan Demokrasi
Materi Belajar ke 1 Pendidikan dan Pelatihan Paralegal
A. PENGANTAR HUKUM DAN DEMOKRASI
(oleh : Agung Riyanto, SH.*)
1. Pendahuluan
Mata Pelajaran Pengantar Hukum dan Demokrasi adalah mata pelajaran paralegal yang mempelajari tentang prinsip-prinsip negara hukum dan kepancasilaan, prinsip-prinsip demokrasi, pluralisme hukum di Indonesia, hierarki peraturan perundang-undangan, Asas-asas Umum Pemerintah Yang Baik (AUPB) dan lembaga-lembaga Negara dan fungsinya (lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif), sehingga setelah mengikuti mata pelajaran ini diharapkan peserta dapat menjelaskan prinsip-prinsip negara hukum dan kepancasilaan, prinsipprinsip demokrasi, pluralisme hukum di Indonesia, hierarki peraturan perundang-undangan, Asas-asas Umum Pemerintah Yang Baik (AUPB), lembaga-lembaga Negara dan fungsinya (lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif).
2. Prinsip-prinsip Negara Hukum dan Kepancasilaan.
Prinsip negara hukum yang diterapkan di Indonesia menurut UUD 1945 mengandung hal berikut:
a. Norma hukumnya bersumber pada Pancasila sebagai hukum dasar nasional.
b. Sistem yang digunakan adalah sistem konstitusi.
c. Kedaulatan rakyat atau prinsip demokrasi.
d. Prinsip kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan (Pasal 27 (1) UUD 1945).
e. Adanya organ pembentuk undang-undang (Presiden dan DPR).
Dalam perkembangan teori asal mula negara terdapat dua model negara, yaitu dengan kekuasaan absolut dan negara hukum. Negara Inonesia sendiri menggunakan model negara hukum. Negara hukum terdiri dari dua kata, yaitu negara dan hukum.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) bahwa negara adalah organisasi dalam suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan yang sah dan ditaati oleh rakyat. Sementara hukum adalah suatu aturan yang bersifat mengikat dan memaksa yang apabila dilanggar akan diberikan sanksi bagi pelanggarnya.
Dalam suatu negara hukum, ada beberapa prinsip-prinsip dasar yang lazim berlaku, diantaranya:
a. Adanya Jaminan Perlindungan Terhadap Hak Asasi Manusia (HAM)
Hak asasi manusia (HAM) adalah hak dasar yang dimiliki setiap manusia sejak ia lahir. Sebagai bentuk usaha menjamin pemenuhan hak-hak warganya, maka pemerintah membuat suatu peraturan yang tentang hak asasi manusia yang tercantum dalam Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 dan jaminan HAM tertuang dalam pasal 10 UUD 1945.
b. Adanya Kelembagaan Negara yang Bersifat Demokratis
Kelembagaan negara yang bersifat demokratis mempunyai arti bahwa lembaga dalam suatu negara tersebut menjunjung tinggi kepentingan umum dan menerima saran atau masukan dari masyarakatnya.
c. Adanya Suatu Tertib Hukum
Suatu tertib hukum berarti segala keputusan hukum yang diambil harus berasaskan sumber yang ditetapkan oleh suatu negara. Seperti halnya Indonesia, sumber tata tertib hukumnya adalah Pancasila.
d. Adanya Kekuasaan Kehakiman yang Luas
Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan demi tercapainya tujuan bersama.
3. Prinsip-prinsip Demokrasi;
Demokrasi dan kebebasan sering dipakai secara timbal balik, padahal keduanya tidak sama. Sebagai suatu konsep, demokrasi adalah seperangkat gagasan dan prinsip tentang kebebasan yang juga mencakup seperangkat praktek yang terbentuk melalui sejarah panjang dan sering berliku-liku. Pendeknya demokrasi adalah pelembagaan dari kebebasan.
Pengertian Demokrasi
Kata demokrasi berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan atau kekuasaan. Jadi demokrasi dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat.Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Demokrasi adalah gagasan atau pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua warga negara.
Berikut ini pengertian demokrasi menurut beberapa ahli:
a. Abraham Lincoln
Menurut Abraham Lincoln demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
b. Montesquieu
Demokrasi adalah kekuasaan negara yang dibagi dan dilaksanakan oleh tiga lembaga atau institusi yang berbeda dan terpisah satu sama lainnya, yaitu legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
c. H. Harris Soche
Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan rakyat, karenanya kekuasaan pemerintahan melekat pada rakyat juga merupakan HAM bagi rakyat untuk mempertahankan, mengatur dan melindungi diri dari setiap paksaan dalam suatu badan yang diserahkan untuk memerintah.
Jenis demokrasi
a. Berdasarkan titik berat perhatiannya
1) Demokrasi formal, yaitu suatu demokrasi yang menjunjung tinggi persamaan dalam bidang politik, tanpa disertai upaya untuk mengurangi atau menghilangkan kesenjangan dalam bidang ekonomi. Bentuk demokrasi ini dianut oleh negara-negara liberal.
2) Demokrasi material, yaitu demokrasi yang dititikberatkan pada upaya menghilangkan perbedaan dalam bidang ekonomi, sedangkan persamaan dalam bidang politik kurang diperhatikan bahkan kadang-kadang dihilangkan. Bentuk demokrasi ini dianut oleh negara-negara komunis
3) Demokrasi gabungan, yaitu bentuk demokrasi yang mengambil kebaikan serta membuang keburukan dari bentuk demokrasi formal dan material. Bentuk demokrasi ini dianut oleh negara-negara non-blok.
b. Berdasarkan ideologi
1) Demokrasi konstitusional atau demokrasi liberal, yaitu demokrasi yang didasarkan pada kebebasan atau individualisme.
2) Demokrasi rakyat atau demokrasi proletar, yaitu demokrasi yang didasarkan pada paham marxisme komunisme. Demokrasi rakyat mencita-citakan kehidupan yang tidak mengenal kelas sosial.
c. Berdasarkan proses penyaluran kehendak rakyat
1) Demokrasi langsung, yaitu paham demokrasi yang mengikutsertakan setiap warga negaranya dalam permusyawaratan untuk menentukan kebijaksanaan umum negara atau undang-undang secara langsung.
2) Demokrasi tidak langsung, yaitu paham demokrasi yang dilaksanakan melalui sistem perwakilan.
Prinsip-Prinsip Demokrasi
– Menyelesaikan perselisihan dengan damai dan secara melembaga
– Menjamin terselenggaranya perubahan secara damai dalam suatu masyarakat yang sedang berubah
– Menyelenggarakan pergantian pimpinan secara teratur
– Membatasi pemakaian kekerasan sampai minimum
– Mengakui serta menganggap wajar adanya keanekaragaman
– Menjamin tegaknya keadilan
4. Pluralisme Hukum di Indonesia.
– Pluralisme hukum di Indonesia adalah pemahaman mengenai keberadaan mekanisme-mekanisme hukum yang berbeda yang ada di masyarakat di Indonesia. Pluralisme hukum di Indonesia ini berupa hukum Keperdataan, hukum Pidana, hukum Adat, hukum Tata Negara, hukum Administrasi Negara, hukum Internasional serta hukum-hukum lainnya.
– Terdapat beberapa jalan dalam memahami pluralisme hukum. Pertama, pluralisme hukum menjelaskan relasi berbagai sistem hukum yang bekerja dalam masyarakat. Kedua, pluralisme hukum memetakan berbagai hukum yang ada dalam suatu bidang sosial. Ketiga, menjelaskan relasi, adaptasi, dan kompetisi antar sistem hukum. Ketiga, pluralisme hukum memperlihatkan pilihan warga memanfaatkan hukum tertentu ketika berkonflik. Dari tiga cara pandang tersebut dan masih banyak cara pandang lainnya, secara ringkas kita bisa katakan bahwa pluralisme hukum adalah kenyataan dalam kehidupan masyarakat.
5. Hierarkhi Peraturan Perundang-undangan.
Konsep Hierarki Peraturan Perundang-undangan.
– Konsep hierarki peraturan perundang-undangan tidak dapat dilepaskan dari teori Hans Kelsen dan Hans Nawiasku. Kami akan menjelaskan teori keduanya sebagaimana dikutip oleh Nisrina Irbah Sati dalam Ketetapan MPR dalam Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan di Indonesia.
– Menurut Hans Kelsen, pada dasarnya terdapat dua golongan norma dalam hukum, yakni norma yang bersifat inferior dan norma yang bersifat superior. Terkait kedua norma tersebut, validitas dari norma yang lebih rendah dapat diuji terhadap norma yang secara hierarkis berada di atasnya.
– Berangkat dari teori Hans Kelsen tersebut, Hans Nawiasky kemudian merincikan bahwa susunan norma hukum tersusun dalam bangunan hukum berbentuk stupa (stufenformig) yang terdiri dari bagian-bagian tertentu (zwischenstufe). Adapun hierarki bagian tersebut adalah staatsfundamentalnorm (norma dasar), staatsgrundgesetz (norma yang sifatnya dasar dan luas, dapat tersebar dalam beberapa peraturan), formellgesetz (sifatnya konkret dan terperinci), verordnungsatzung (peraturan pelaksana), dan autonome satzung (peraturan otonom).
Hierarki Peraturan Perundang-undangan Indonesia
Peraturan perundang-undangan di Indonesia juga mengenal hierarki. Ketentuan Pasal 7 ayat (1) UU 12/2011 menerangkan bahwa jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia terdiri atas:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Berdasarkan ketentuan tersebut, dapat diketahui bahwa hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia yang paling tinggi adalah UUD 1945. Kemudian, penting untuk diketahui bahwa kekuatan hukum peraturan perundang-undangan yang disebutkan berlaku sesuai dengan hierarkinya dan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Jenis dan hierarki peraturan perundang undangan selain yang dimaksud di atas mencakup peraturan yang ditetapkan oleh:
a. Majelis Permusyawaratan Rakyat (“MPR”);
b. Dewan Perwakilan Rakyat (“DPR”);
c. Dewan Perwakilan Daerah (“DPD”);
d. Mahkamah Agung;
e. Mahkamah Konstitusi (“MK”);
f. Badan Pemeriksa Keuangan;
g. Komisi Yudisial;
h. Bank Indonesia;
i. Menteri;
j. Badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang (“UU”) atau pemerintah atas perintah UU;
k. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (“DPRD”) Provinsi dan DPRD kabupaten/kota; dan
l. Gubernur, bupati/walikota, kepala desa atau yang setingkat.
Peraturan perundang-undangan tersebut di atas diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.
Perlu juga diketahui bahwa dari hierarki dan jenis-jenis peraturan perundang-undangan tersebut, materi muatan mengenai ketentuan pidana hanya dapat dimuat dalam UU, Perda Provinsi, atau Perda Kabupaten/Kota.
Sebagai tambahan informasi, setiap peraturan perundang-undangan memiliki Bagian Menimbang (konsiderans) dan Bagian Mengingat yang masing-masing memiliki muatan tersendiri. Apakah itu? Anda dapat simak Arti ‘Menimbang’ dan ‘Mengingat’ dalam Peraturan Perundang-Undangan.
Prinsip-prinsip dalam Hierarki Peraturan Perundang-undangan terdapat empat prinsip dalam hierarki peraturan perundang-undangan, yaitu:
a. Lex superiori derogat legi inferiori: peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Asas ini berlaku pada dua peraturan yang hierarkinya tidak sederajat dan saling bertentangan.
b. Lex specialis derogat legi generali: peraturan yang lebih khusus mengesampingkan peraturan yang lebih umum. Asas ini berlaku pada dua peraturan yang hierarkinya sederajat dengan materi yang sama.
c. Lex posteriori derogat legi priori: peraturan yang baru mengesampingkan peraturan lama. Asas ini berlaku saat ada dua peraturan yang hierarkinya sederajat dengan tujuan mencegah ketidakpastian hukum.
d. Peraturan hanya bisa dihapus dengan peraturan yang kedudukannya sederajat atau lebih tinggi.
6. Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik.
Pengertian Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik
– Menurut Ridwan HR dalam Hukum Administrasi Negara, asas-asas umum pemerintahan yang baik adalah asas-asas umum yang dijadikan dasar dan tata cara dalam penyelenggaraan pemerintahan yang baik, sehingga penyelenggaraan pemerintahan menjadi baik, sopan, adil, terhormat dan bebas dari kezaliman, pelanggaran peraturan, tindakan penyalahgunaan wewenang serta tindakan sewenang-wenang.
– Adapun, secara yuridis, asas-asas umum pemerintahan yang baik adalah prinsip yang digunakan sebagai acuan penggunaan wewenang bagi pejabat pemerintahan dalam mengeluarkan keputusan dan/atau tindakan dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Fungsi Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik
Menurut Jazim Hamidi sebagaimana dikutip Ridwan HR, asas-asas umum pemerintahan yang baik (“AAUPB”) berfungsi sebagai :
a. pegangan bagi pejabat administrasi negara untuk menjalankan fungsinya;
b. merupakan alat uji bagi hakim administrasi dalam menilai administrasi negara (yang berwujud penetapan/beschikking); dan
c. sebagai dasar pengajuan gugatan bagi penggugat.
Adapun, menurut Ridwan HR, fungsi AAUPB adalah sebagai berikut :
a. bagi administrasi negara/pemerintah, berfungsi sebagai pedoman dalam menafsirkan dan menerapkan peraturan yang samar atau tidak jelas, serta menghindarkan administrasi negara dari tindakan yang menyimpang dari ketentuan perundang-undangan;
b. bagi masyarakat sebagai pencari keadilan berfungsi sebagai dasar gugatan;
c. bagi hakim PTUN berfungsi sebagai alat untuk menguji dan membatalkan keputusan yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat administrasi negara;
d. bagi badan legislatif, AAUPB dapat digunakan dalam merancang undang-undang.
Macam-Macam Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik
Secara yuridis, UU Administrasi Pemerintahan menyebutkan setidaknya ada 8 macam AAUPB. Akan tetapi, kami akan menyebutkan 17 asas yang mengacu dari 8 asas dalam UU Administrasi Pemerintahan dan 13 asas dari pendapat Ridwan HR dalam bukunya Hukum Administrasi Negara, yang kami sesuaikan kembali karena ada beberapa persamaan. Sehingga dasar penyebutan macam-macam AAUPB dalam tulisan ini adalah berdasarkan undang-undang dan doktrin, yang meliputi:
a. Asas Kepastian Hukum
Asas kepastian hukum adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan ketentuan peraturan perundang-undangan, kepatutan, keajekan dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan pemerintahan.
Secara teoritis, asas kepastian hukum memiliki dua aspek, yaitu:
1) Aspek hukum material, asas ini menghendaki dihormatinya hak yang telah diperoleh seseorang berdasarkan keputusan pemerintah, meskipun keputusan tersebut salah. Sehingga, demi kepastian hukum, keputusan yang telah dikeluarkan pemerintah akan terus berlaku hingga diputus pengadilan.
2) Aspek hukum formal mensyaratkan bahwa keputusan pemerintah yang memberatkan maupun yang menguntungkan harus disusun dengan kata-kata yang jelas. Pihak yang berkepentingan berhak untuk mengetahui dengan tepat apa maksud atau kehendak dari keputusan tersebut.
b. Asas Kemanfaatan
Asas kemanfaatan adalah manfaat yang harus diperhatikan secara seimbang antara:
1) kepentingan individu yang satu dengan individu yang lain;
2) kepentingan individu dengan masyarakat;
3) kepentingan warga masyarakat dan masyarakat asing;
4) kepentingan kelompok masyarakat yang satu dengan yang lain;
5) kepentingan pemerintah dengan warga masyarakat;
6) kepentingan generasi sekarang dengan generasi yang akan datang;
7) kepentingan manusia dengan ekosistemnya;
8) kepentingan pria dan wanita.
c. Asas Ketidakberpihakan
Asas ketidakberpihakan adalah asas yang mewajibkan badan dan/atau pejabat pemerintahan dalam menetapkan dan/atau melakukan keputusan dan/atau tindakan dengan mempertimbangkan kepentingan para pihak secara keseluruhan dan tidak diskriminatif.
d. Asas Kecermatan atau Asas Bertindak Cermat
Asas kecermatan menghendaki bahwa suatu keputusan dan/atau tindakan harus didasarkan pada informasi dan dokumen yang lengkap untuk mendukung legalitas penetapan dan/atau pelaksanaannya sehingga keputusan dan/atau tindakan yang bersangkutan dipersiapkan dengan cermat sebelum ditetapkan dan/atau dilakukan.
Asas ini bertujuan agar aktivitas penyelenggaraan pemerintahan tidak menimbulkan kerugian bagi warga negara. Dengan demikian, ketika pemerintah hendak mengeluarkan keputusan harus meneliti semua fakta dan kepentingan yang relevan dalam pertimbangan.
e. Asas Tidak Menyalahgunakan Kewenangan
Asas tidak menyalahgunakan kewenangan adalah asas yang mewajibkan setiap badan dan/atau pejabat pemerintahan tidak menggunakan kewenangannya untuk kepentingan pribadi atau kepentingan lain yang tidak sesuai dengan tujuan pemberian kewenangan, tidak melampaui, tidak menyalahgunakan dan/atau tidak mencampuradukkan kewenangan.
Ridwan HR menyebut sebagai asas tidak mencampuradukkan kewenangan. Dalam asas tidak mencampuradukkan kewenangan menghendaki pejabat pemerintahan tidak menggunakan kewenangannya untuk tujuan lain selain yang telah ditentukan dalam peraturan yang berlaku atau menggunakan wewenangnya secara melampaui batas.
f. Asas Keterbukaan
Asas keterbukaan adalah asas yang melayani masyarakat untuk mendapatkan akses dan memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskiminatif dalam penyelenggaraan pemerintahan dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara.
g. Asas Kepentingan Umum
Asas kepentingan umum adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan dan kemanfaatan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, selektif dan tidak diskriminatif.
Asas kepentingan umum atau asas penyelenggaraan kepentingan umum pada dasarnya menghendaki agar pemerintah dalam melaksanakan tugasnya mengutamakan kepentingan umum yaitu kepentingan yang mencakup semua aspek kehidupan orang banyak. Contohnya, kepentingan warga negara yang tidak dapat dipelihara oleh warga negara sendiri seperti persediaan sandang pangan, perumahan kesejahteraan, dan lain-lain.
h. Asas Pelayanan yang Baik
Asas pelayanan yang baik adalah asas yang memberikan pelayanan yang tepat waktu, prosedur dan biaya yang jelas, sesuai dengan standar pelayanan, dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
i. Asas Keseimbangan
Asas ini menghendaki adanya keseimbangan antara hukuman jabatan dan kelalaian seorang pegawai. Selain itu, perlu adanya kriteria yang jelas mengenai jenis-jenis pelanggaran atau kealpaan yang dilakukan seseorang sehingga jika pelanggaran atau kealpaan tersebut dilakukan oleh orang yang berbeda, dapat dikenai sanksi yang sama, sesuai dengan kriteria yang ada dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
j. Asas Kesamaan dalam Mengambil Keputusan
Asas ini menghendaki pemerintah agar mengambil tindakan yang sama atau tidak saling bertentangan atas kasus-kasus yang faktanya sama. Namun demikian dalam kenyataannya akan sulit menemukan kesamaan mutlak antar kasus, sehingga pemerintah dalam menjalankan kebijakan harus bertindak cermat untuk mempertimbangkan titik-titik persamaan. Perlu diperhatikan bahwa asas ini tidak berlaku pada keputusan pemerintah yang salah atau keliru yang pernah dikeluarkan pada kasus-kasus sebelumnya.
k. Asas Motivasi untuk Setiap Keputusan
Asas ini menghendaki agar setiap keputusan pemerintah harus mempunyai alasan atau motivasi yang cukup sebagai dasar dalam menerbitkan keputusan. Alasan tersebut haruslah jelas, terang, benar, objektif dan adil.
Adapun asas ini meliputi subvarian berikut:
1) Syarat bahwa suatu keputusan harus diberi alasan;
2) Keputusan harus memiliki dasar fakta yang kuat/teguh; dan
3) Pemberian alasan atau motivasi harus cukup dapat mendukung.
l. Asas Permainan yang Layak (Fair Play)
Asas ini menghendaki agar warga negara diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk mencari kebenaran dan keadilan. Selain itu, warga negara juga diberi kesempatan untuk membela diri dan memberikan argumentasi sebelum adanya putusan administrasi. Asas ini juga menekankan pentingnya kejujuran dan keterbukaan dalam proses penyelesaian sengketa tata usaha negara.
m. Asas Keadilan dan Kewajaran
Asas keadilan dan kewajaran menuntut badan atau pejabat administrasi negara untuk memperhatikan aspek keadilan dan kewajaran dalam setiap tindakannya. Asas keadilan adalah tindakan secara proporsional, sesuai, seimbang dan selaras dengan hak setiap orang. Sedangkan asas kewajaran menekankan bawa setiap aktivitas pemerintah harus meperhatikan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat seperti agama, moral, adat istiadat, dan nilai lainnya.
n. Asas Kepercayaan dan Menanggapi Pengharapan yang Wajar
Asas ini menghendaki agar setiap tindakan pemerintah harus menimbulkan harapan-harapan untuk warga negara. Sehingga, ketika suatu harapan sudah diberikan kepada warga negara, maka tidak boleh ditarik kembali meskipun menguntungkan bagi pemerintah.
o. Asas Meniadakan Akibat suatu Keputusan yang Batal
Asas ini berkaitan dengan pegawai yang dipecat melalui surat keputusan. Namun, alasan pemecatan pegawai karena tuduhan melakukan kejahatan ternyata tidak terbukti di pengadilan. Dengan demikian, pegawai tersebut harus dikembalikan pada posisi di pekerjaan semula beserta dengan ganti rugi dan/atau kompensasi serta direhabilitasi nama baiknya. Proses inilah yang disebut sebagai cara-cara meniadakan akibat keputusan yang batal atau tidak sah.
p. Asas Perlindungan atas Pandangan atau Cara Hidup Pribadi
Asas ini menghendaki agar pemerintah melindungi hak atas kehidupan pribadi setiap pegawai negeri dan warga negara secara umum, sebagai konsekuensi negara hukum demokratis yang menjunjung tinggi dan melindungi hak asasi manusia.
q. Asas Kebijaksanaan
Asas ini menghendaki agar pemerintah diberikan kebebasan dan keleluasaan untuk menerapkan kebijaksanaan tanpa terpaku pada peraturan perundang-undangan formal dalam melaksanakan tugasnya. Hal ini untuk mengantisipasi ketika suatu peraturan perundang-undangan tidak fleksibel atau tidak menampung persoalan masyarakat, sehingga pemerintah dituntut bertindak cepat dan dinamis, berpandangan luas dan mampu memperhitungkan akibat-akibat yang muncul dari tindakannya.
Contoh Penerapan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik
Salah satu contoh penerapan AAUPB yaitu asas kecermatan yang dapat dilihat dalam Putusan MA Nomor 07 K/TUN/2014 antara Bupati Kampar vs masyarakat adat Kenegerian Tambang Terantang. Bupati Kampar menerbitkan surat keputusan Bupati Kampar tertanggal 31 Oktober 2012 tentang persetujuan izin usaha pertambangan operasi produksi bahan galian batuan pasir dan batu kepada orang lain di luar masyarakat adat di atas tanah ulayat mereka.
Majelis menolak permohonan kasasi dari Bupati Kampar dengan alasan bahwa Bupati Kampar dalam menerbitkan izin usaha pertambangan tersebut bertentangan dengan asas kecermatan dalam AAUPB. Bupati Kampar melanggar asas kecermatan karena dalam menerbitkan izin usaha pertambangan tidak berdasarkan fakta-fakta hukum yang terjadi di masyarakat, tidak melakukan musyawarah dengan para pucuk adat dan tidak berpedoman pada Perda Kampar 12/1999.
7. Lembaga-lembaga negara dan fungsinya (lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif).
Dalam pemerintahan, Indonesia memiliki tiga lembaga utama yang menjalankan pemerintahan, yakni lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Ketiga lembaga tersebut memiliki tugas tersendiri.
a. Lembaga Eksekutif
Lembaga eksekutif adalah lembaga yang berkuasa untuk melaksanakan undang-undang. Lembaga eksekutif adalah presiden dan wakil presiden serta menteri.
Diterangkan Dr. J. UU Nurul Huda, Ketua Prodi Magister Ilmu Hukum UIN Bandung, dalam Hukum Lembaga Negara, di negara demokratis, secara sempit lembaga eksekutif diartikan sebagai kekuasaan yang dipegang oleh raja atau presiden beserta menteri-menterinya.
Dalam arti luas, lembaga eksekutif mencakup para pegawai negeri sipil dan militer. Oleh sebab itu, secara sederhana, lembaga eksekutif dapat disebut sebagai pemerintah.
Tugas Lembaga Eksekutif
Sebagai seorang kepala negara dan kepala pemerintahan, presiden memiliki beberapa tugas. Tugas lembaga eksekutif ini dapat dikelompokkan berdasarkan bidangnya, yaitu:
1) Bidang administratif: bertugas melaksanakan undang-undangan serta perundang-undangan lainnya, dan menyelenggarakan administrasi negara.
2) Bidang legislatif: bertugas membuat atau merancang undang-undang dan membimbingnya dalam badan perwakilan rakyat hingga menjadi sebuah undang-undang.
3) Bidang keamanan: bertugas untuk mengatur polisi dan angkatan bersenjata, menyelenggarakan perang, pertahanan negara, serta keamanan dalam negeri.
4) Bidang yudikatif: bertugas atau berhak memberikan grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi.
5) Bidang diplomatik: bertugas menyelenggarakan hubungan diplomatik dengan negara-negara lain.
b. Lembaga Legislatif
Berbeda dari lembaga eksekutif yang melaksanakan undang-undang, lembaga legislatif adalah lembaga yang bertugas untuk membuat atau merumuskan undang-undang yang diperlukan negara. Contoh lembaga legislatif ini adalah MPR, DPR, dan DPD.
Dilanjutkan oleh Nurul Huda, lembaga legislatif dikenal dengan beberapa nama, seperti parlemen, kongres, atau asembli nasional. Lebih dari itu, dalam sistem parlemen, lembaga atau badan legislatif memiliki kedudukan tertinggi dan berhak untuk menunjuk badan atau lembaga eksekutif.
Kemudian, dalam sistem presidensial, legislatif merupakan cabang pemerintahan yang sama dan bebas dari badan eksekutif.
Selanjutnya, mengingat tugas lembaga legislatif sebagai pembuat atau perumus undang-undang, segala peraturan yang dibuat oleh lembaga ini wajib ditaati dan memiliki kekuatan hukum yang mengikat.
Jika dirincikan, peraturan-peraturan yang dibuat lembaga legislatif adalah peraturan terkait ekonomi, politik, budaya, hukum, keamanan, pajak, penyiaran, kekayaan intelektual, dan lainnya.
Fungsi Utama Lembaga Legislatif
Sebagai perumus peraturan, lembaga legislatif tentu memiliki banyak fungsi. Namun, menurut Miriam Budiarjo, lembaga legislatif memiliki dua fungsi penting.
1) menentukan suatu kebijakan dan membuat undang-undang. Sehubungan dengan itu, lembaga legislatif diberikan hak inisiatif yakni hak untuk mengadakan amandemen terhadap rancangan undang-undang, dan terutama di bidang anggaran.
2) mengontrol lembaga eksekutif. Dalam konteks ini, lembaga legislatif diharapkan untuk menjaga agar semua tindakan badan eksekutif sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan. Untuk menjalankan tugas tersebut, badan-badan perwakilan rakyat diberikan hak-hak khusus.
c. Lembaga Yudikatif
Selain lembaga eksekutif dan legislatif, di Indonesia ada sebuah lembaga yang dikenal dengan lembaga yudikatif. Lembaga ini merupakan suatu badan dengan sifat yuridis yang berfungsi untuk mengadili penyelewengan konstitusi dan peraturan perundang-undangan oleh institusi pemerintahan.
Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, lembaga yudikatif bersifat independen dan terbebas dari intervensi pemerintah. Lembaga yudikatif di Indonesia terdiri dari Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Kedua lembaga ini memiliki wewenang yang berbeda-beda.
Wewenang Mahkamah Agung
Peran Mahkamah Agung sebagaimana dinyatakan Pasal 2 UU 14/1985 adalah pengadilan negara tertinggi dari semua lingkungan peradilan, yang dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh pemerintah dan pengaruh-pengaruh lain.
Adapun Kewenangan Mahkamah Agung adalah sebagai berikut.
1) Memeriksa dan memutuskan permohonan kasasi.
2) Memeriksa dan memutuskan sengketa tentang kewenangan mengadili.
3) Memutuskan permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
4) Menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang.
Wewenang Mahkamah Konstitusi
Kedudukan Mahkamah Konstitusi sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 UU Mahkamah Konstitusi jo. Perpu 1/2013 adalah salah satu lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
Adapun kewenangan dan kewajiban Mahkamah Konstitusi adalah sebagai berikut.
1) Mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap UUD 1945.
2) Memutuskan sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945.;
3) Memutuskan pembubaran partai politik.
4) Memutuskan perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
5) Memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Pada intinya, ada tiga jenis lembaga utama yang menentukan jalannya pemerintahan, yakni lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Kekuasaan eksekutif dipegang oleh presiden. Kekuasaan legislatif dipegang oleh perumus undang-undang, yakni DPR, MPR, dan DPD. Kemudian, lembaga yudikatif terdiri dari lembaga peradilan, seperti Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi.
Sumber bacaan :
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 07 K/TUN/2014.
Peraturan Daerah Kabupaten Kampar Nomor 12 Tahun 1999 tentang Hak Tanah Ulayat.
Nisrina Irbah Sati. Ketetapan MPR dalam Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan di Indonesia, Jurnal Hukum & Pembangunan 49 No. 4, 2019.
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Edisi Revisi, Jakarta: Rajawali Press, 2011.
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum: Suatu Pengantar, Yogyakarta: Liberty, 2005.
*)Penulis adalah :
– Sekjend di Perkumpulan Jaga Tatanan Cakra,
– Kepala Kantor di LBH Jaga Tatanan Cakra Cabang Bekasi , dan
– Tenaga Ahli di Firma Hukum Sahardjo Pejuang Keadilan
Menambah pengetahuan tentang suatu negara, khususnya Negara Indonesia